Jakarta, Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto, diklaim sebagai tahanan politik dalam kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan yang melibatkan buronan Harun Masiku. Klaim ini disampaikan oleh Koordinator Pengacara Hasto, Todung Mulya Lubis, dalam konferensi pers di Kantor DPP PDIP, Jakarta, pada Rabu (12/3).
Klaim Kriminalisasi Politik oleh KPK
Menurut Todung, proses hukum yang menjerat Hasto sarat akan kepentingan politik dan mengarah pada kriminalisasi. Ia menegaskan bahwa penahanan kliennya bukan sekadar perkara hukum, melainkan bermuatan politik untuk menekan pihak yang berbeda pendapat dengan kekuasaan.
“Kami dari tim penasihat hukum dan keluarga besar PDI Perjuangan dengan tekad yang yakin menyimpulkan perkara ini adalah kasus politik dan Hasto Kristiyanto adalah korban politik, tahanan politik,” ujar Todung.
Ia juga menyoroti bagaimana KPK diduga digunakan sebagai instrumen politik untuk menekan lawan-lawan tertentu. Todung menilai adanya niat jahat dalam proses hukum terhadap Hasto.
“Saya sebutkan ini sebagai bentuk persekusi dan pengadilan dengan niat jahat atau malicious intention,” lanjutnya.
Harapan akan Keputusan yang Adil
Todung berharap majelis hakim yang menangani kasus ini dapat mengambil keputusan yang adil dan tidak terpengaruh oleh tekanan politik. Ia meminta agar keadilan ditegakkan tanpa pandang bulu.
“Saya berharap bahwa majelis hakim yang akan mengadili perkara ini bisa menangkap jeritan keadilan dari banyak orang, bukan hanya dari Hasto Kristiyanto,” katanya.
Latar Belakang Kasus
Hasto bersama advokat PDIP, Donny Tri Istiqomah, ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada akhir tahun lalu. Mereka diduga terlibat dalam suap kepada mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan untuk memuluskan proses Pergantian Antar Waktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024, termasuk Harun Masiku yang hingga kini masih buron.
Selain itu, KPK juga menyebut bahwa Hasto terlibat dalam pengurusan PAW anggota DPR RI daerah pemilihan Kalimantan Barat 1, Maria Lestari. Hasto tidak hanya dijerat dengan kasus suap, tetapi juga dikenakan pasal terkait obstruction of justice atau menghalang-halangi penyidikan.
Pada 7 Maret 2025, berkas perkara kasus ini telah dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Jakarta, dan sidang perdana akan digelar pada 14 Maret 2025.
Kontroversi di Balik Kasus Hasto
Kasus ini menimbulkan perdebatan di kalangan publik. Sebagian pihak menilai bahwa hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu, sementara lainnya melihat adanya indikasi politisasi dalam proses hukum terhadap Hasto. Sikap PDIP yang menyebut Hasto sebagai tahanan politik menunjukkan bahwa partai berlogo banteng ini menolak mentah-mentah tuduhan yang dialamatkan kepada Sekjennya.
Kesimpulan
Kasus dugaan suap yang menjerat Hasto Kristiyanto terus menjadi perhatian publik. PDIP secara terbuka menyatakan bahwa kasus ini adalah bentuk kriminalisasi politik. Sementara itu, KPK menegaskan bahwa Hasto masih harus menjalani proses hukum sesuai aturan yang berlaku. Dengan sidang yang akan segera digelar, publik menanti apakah pengadilan akan membuktikan dugaan keterlibatan Hasto atau justru menguatkan klaim bahwa ia adalah korban politik.