Hakim Kasus CPO Tersandung Uang di Kolong Kasur: Rp5,5 Miliar dalam 3.600 Lembar Dolar AS

Jakarta, Penyelidikan kasus suap dalam perkara vonis lepas korupsi ekspor minyak kelapa sawit (CPO) terus bergulir. Terbaru, Kejaksaan Agung menemukan uang tunai senilai Rp5,5 miliar dalam pecahan mata uang asing di rumah salah satu hakim terlibat, Ali Muhtarom. Temuan itu menambah daftar panjang indikasi gratifikasi dalam penanganan perkara yang melibatkan pejabat peradilan tingkat tinggi.

Penggeledahan dilakukan pada Minggu (13/4) di Jepara, Jawa Tengah, tepatnya di kediaman pribadi Ali Muhtarom. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, menyatakan penyidik menemukan 3.600 lembar uang dolar AS dalam pecahan USD 100. Bila dikonversikan, nilainya setara dengan Rp5,5 miliar.

“Informasi keberadaan uang tersebut berasal dari keterangan langsung Ali Muhtarom saat pemeriksaan. Ia mengarahkan penyidik untuk memeriksa bawah tempat tidurnya,” jelas Harli kepada media, Rabu (23/4).

Temuan tersebut langsung disita oleh penyidik untuk menjadi barang bukti. Hingga saat ini, Kejagung masih mendalami apakah uang itu merupakan bagian dari aliran dana suap atau simpanan dari sumber lain.

Dugaan Suap Terstruktur

Kasus ini menguak praktik suap terorganisir yang melibatkan sejumlah nama penting. Selain Ali Muhtarom, dua hakim lain dari majelis perkara tersebut, Djuyamto dan Agam Syarif Baharuddin, juga telah ditetapkan sebagai tersangka. Total, terdapat delapan tersangka dalam perkara yang merusak citra peradilan Indonesia ini.

Beberapa nama lainnya antara lain Ketua PN Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta, pengacara Marcella Santoso dan Ariyanto, Panitera Muda PN Jakarta Utara Wahyu Gunawan, serta Muhammad Syafei dari Wilmar Group.

Direktur Penyidikan Jampidsus, Abdul Qohar, menyatakan bahwa suap senilai Rp60 miliar tersebut berasal dari tim hukum PT Wilmar Group. Dana itu diberikan untuk mempengaruhi hasil vonis, mengingat sebelumnya ada sinyal dari PN Jakpus bahwa hukuman terhadap terdakwa bisa lebih berat dari tuntutan jaksa.

Baca juga :  Ratusan Pegawai RS Sardjito Walkout, Tuntut Pembayaran Penuh THR

Tuntutan Transparansi dan Akuntabilitas

Kasus ini menjadi sorotan publik karena menyangkut integritas lembaga peradilan. Kejagung menyampaikan bahwa penyidikan akan terus dikembangkan, termasuk menelusuri kemungkinan adanya aliran dana lain atau keterlibatan pihak-pihak baru.

Publik dan lembaga masyarakat sipil pun mendorong proses hukum dilakukan secara transparan dan tuntas. Lembaga seperti ICW dan Komisi Yudisial diharapkan turut memantau jalannya proses hukum demi memastikan tidak ada upaya penutupan kasus.

Skandal ini menjadi bukti bahwa reformasi peradilan masih menemui tantangan besar. Namun, di sisi lain, temuan Kejagung menunjukkan bahwa sistem hukum masih memiliki harapan untuk menindak pelanggaran, sekalipun dilakukan oleh pejabat tinggi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *