Makassar, Sejumlah aktivis dari Aliansi Masyarakat Sipil Makassar menggelar aksi unjuk rasa menolak revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI). Mereka mendatangi kantor DPRD Sulawesi Selatan (Sulsel) serta Markas Kodam XIV Hasanuddin pada Rabu (19/3) untuk menyampaikan tuntutan mereka. Para pengunjuk rasa mendesak pemerintah dan DPR RI agar menghentikan pembahasan RUU TNI yang dinilai tidak memiliki urgensi serta berpotensi menghidupkan kembali dwifungsi ABRI.
Tuntutan Aktivis
Dalam aksi yang berlangsung damai tersebut, para aktivis menyampaikan kekhawatiran mereka terhadap isi RUU TNI yang dianggap dapat mengancam demokrasi di Indonesia. Koordinator aksi, Badai, menegaskan bahwa RUU ini tidak memiliki urgensi yang jelas dan justru berisiko mengembalikan praktik militerisme seperti yang terjadi pada era Orde Baru.
“DPR dan pemerintah harus menghentikan pembahasan RUU TNI karena tidak memiliki urgensi yang jelas,” ujar Badai saat berorasi di depan gedung DPRD Sulsel.
Selain itu, mereka juga menolak kemungkinan bangkitnya dwifungsi ABRI yang dapat merepresi ruang demokrasi dan melanggengkan impunitas di kalangan militer. Para demonstran menekankan pentingnya memastikan bahwa TNI tetap profesional serta lebih fokus menghadapi ancaman eksternal ketimbang terlibat dalam urusan sipil.
“Kami menolak bangkitnya dwifungsi ABRI yang pernah terjadi di masa lalu karena berpotensi menekan kebebasan sipil dan memperkuat dominasi militer di berbagai sektor,” tambah Badai.
Respon DPRD Sulsel dan TNI
Setelah menyampaikan orasi, beberapa perwakilan DPRD Sulsel menemui para pengunjuk rasa dan menerima aspirasi yang mereka bawa. Pihak DPRD menyatakan akan menyampaikan tuntutan tersebut kepada pemerintah pusat dan DPR RI.
Usai berdialog dengan DPRD Sulsel, massa bergerak menuju Markas Kodam XIV Hasanuddin untuk menyampaikan aspirasi yang sama. Namun, aksi mereka tidak berlangsung lama karena personel pengamanan Kodam meminta agar para demonstran segera membubarkan diri guna menjaga ketertiban umum.
Pernyataan Panglima TNI
Di sisi lain, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto sebelumnya telah menyatakan bahwa perubahan dalam revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2024 tentang TNI tidak akan mengubah prinsip supremasi sipil di Indonesia. Menurutnya, TNI tetap berkomitmen menjaga keseimbangan peran antara militer dan otoritas sipil secara profesional.
“TNI akan tetap menjaga keseimbangan peran militer dan otoritas sipil, dengan tetap mempertahankan prinsip supremasi sipil serta profesionalisme dalam menjalankan tugas pokoknya,” kata Agus dalam rapat kerja bersama Komisi I DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta.
Kesimpulan
Aksi penolakan terhadap RUU TNI di berbagai daerah menunjukkan kekhawatiran masyarakat sipil terhadap potensi ancaman terhadap demokrasi dan supremasi sipil. Meskipun pemerintah dan DPR terus membahas revisi tersebut, tekanan dari masyarakat diharapkan dapat menjadi pertimbangan agar kebijakan yang diambil tetap berpihak kepada prinsip demokrasi dan hak-hak sipil.
Sementara itu, pihak militer menegaskan bahwa mereka tetap berpegang pada prinsip profesionalisme dan supremasi sipil. Namun, masih perlu ada keterbukaan dalam proses pembahasan RUU TNI agar masyarakat mendapat kejelasan mengenai arah perubahan regulasi tersebut.