Dalam insiden terbaru yang mengguncang Timur Tengah, Israel meluncurkan 61 rudal ke beberapa wilayah strategis di Suriah. Meskipun demikian, Suriah dengan tegas menyatakan tidak akan terpancing untuk terlibat dalam konflik yang lebih besar. Serangan ini menargetkan fasilitas militer di dekat Damaskus, namun sebagian besar rudal berhasil dihancurkan oleh sistem pertahanan udara Suriah.
“Prioritas kami adalah melindungi warga sipil dan menjaga stabilitas nasional. Kami tidak akan menanggapi provokasi ini dengan konflik yang sama,” ungkap Jenderal Hassan Al-Mouhamed, salah satu pejabat militer Suriah, dalam sebuah konferensi pers.
Ketegangan ini terjadi di tengah situasi geopolitik yang semakin memanas di kawasan tersebut. Israel mengklaim serangan itu sebagai tindakan pencegahan terhadap ancaman milisi yang didukung Iran, yang dikatakan beroperasi di wilayah Suriah. Namun, Suriah mengecam tindakan itu sebagai pelanggaran kedaulatan dan hukum internasional.
“Kami menyerukan komunitas internasional untuk mengambil tindakan nyata terhadap pelanggaran ini. Tidak ada ruang untuk agresi dalam upaya menciptakan perdamaian di kawasan ini,” ujar Duta Besar Suriah untuk PBB, Bassam Sabbagh, dalam sebuah pernyataan resmi.
Meskipun situasi ini berpotensi memicu eskalasi, Suriah tetap berkomitmen pada diplomasi dan perdamaian. Langkah ini mendapat dukungan dari beberapa negara di kawasan Timur Tengah yang berharap agar ketegangan segera mereda.
Keputusan Suriah untuk tidak terprovokasi dipandang sebagai upaya strategis untuk menghindari kehancuran lebih lanjut di wilayah yang telah lama dilanda perang. Namun, pertanyaan tentang berapa lama sikap ini dapat bertahan terus menjadi perhatian dunia.