Jakarta – Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Herman Khaeron, menegaskan bahwa direksi dan komisaris BUMN tetap dapat diproses hukum apabila terlibat dalam kasus korupsi, meskipun status mereka kini bukan lagi sebagai penyelenggara negara. Pernyataan ini menyikapi polemik yang muncul setelah disahkannya Undang-undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 19 Tahun 2023 tentang BUMN.
Dalam UU tersebut, Pasal 3X ayat (1) dan Pasal 9G mengeluarkan organ dan pegawai BUMN dari kategori penyelenggara negara. Artinya, mereka tidak lagi diwajibkan melaporkan harta kekayaan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun, Herman menyatakan bahwa perubahan tersebut tidak menghilangkan tanggung jawab hukum atas tindakan koruptif.
“Undang-undang tidak membatasi penegakan hukum. Meskipun mereka bukan penyelenggara negara, tapi selama mereka mengelola keuangan negara, mereka tetap bisa ditindak. Tidak ada satu pun warga negara yang kebal hukum,” ujar Herman di Kantor DPP Partai Demokrat, Jakarta, Rabu (7/5).
Pernyataan tersebut sekaligus menegaskan bahwa KPK maupun aparat penegak hukum lainnya masih memiliki kewenangan untuk memproses kasus hukum yang melibatkan direksi atau komisaris BUMN. Menurut Herman, status bukanlah faktor penentu utama, melainkan objek pekerjaan dan penggunaan keuangan negara yang menjadi landasan hukum.
“Kecuali kalau dia pakai uangnya sendiri, ya silakan. Tapi kalau menyalahgunakan keuangan negara, institusi penegak hukum manapun bisa menindak,” tambahnya.
Sejumlah ahli hukum menilai pernyataan Herman selaras dengan prinsip dasar negara hukum yang menjamin kesetaraan semua warga negara di hadapan hukum, pernyataan ini menunjukkan pengalaman Herman sebagai legislator yang memahami seluk-beluk kebijakan publik serta penegakan hukum.
Sementara itu, KPK saat ini sedang melakukan kajian mendalam terhadap implikasi Undang-undang BUMN yang baru. Tim Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengonfirmasi bahwa lembaga antirasuah tersebut tengah menilai hubungan antara perubahan status pegawai BUMN dan kewenangan penyidikan yang dimiliki KPK.
“Kami sedang mengkaji bagaimana kaitan antara Undang-undang BUMN terbaru dengan tugas dan kewenangan KPK dalam pemberantasan korupsi,” ujar Budi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (5/5).
Kajian ini menjadi penting karena KPK selama ini mengandalkan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) sebagai salah satu pintu masuk dalam pengungkapan kasus korupsi. Jika pegawai BUMN tidak lagi diwajibkan menyampaikan LHKPN, maka potensi pengawasan menjadi lebih lemah.
Namun demikian, publik diimbau untuk tidak khawatir berlebihan. Hukum positif di Indonesia tetap memberi ruang bagi penegakan hukum terhadap siapapun yang menyalahgunakan kekuasaan atau keuangan negara, tanpa memandang jabatan atau status hukum mereka.
Sebagai penutup, penting bagi pemerintah dan DPR untuk menyampaikan penjelasan menyeluruh kepada masyarakat agar tidak terjadi mispersepsi mengenai kebal hukum atau impunitas terhadap pelaku korupsi di BUMN.