Menaker Konsultasi dengan ILO Sebelum Angkat Derajat Ojol Menjadi Karyawan

Jakarta, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli melakukan konsultasi dengan International Labour Organization (ILO) sebelum mengambil langkah untuk mengangkat status driver ojek online (ojol) dari mitra menjadi karyawan. Keputusan ini merupakan bagian dari upaya Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) dalam memberikan kepastian hukum bagi para pekerja platform digital di Indonesia.

Langkah Strategis Pemerintah

Dalam pertemuan dengan puluhan driver ojol di Kantor Kementerian Ketenagakerjaan, Jakarta Selatan, Senin (17/2), Yassierli menegaskan bahwa regulasi mengenai status driver ojol telah menjadi prioritas sejak ia menjabat. “Kita sudah melakukan kajian mendalam dengan melibatkan berbagai pakar yang membahas status pengemudi ojek online. Hal ini bukan hanya tentang perubahan status, tetapi juga perlindungan hak-hak mereka,” ungkapnya.

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa pihaknya telah berdiskusi dengan ILO untuk memahami bagaimana negara-negara lain menangani pekerja platform digital. “Kami ingin belajar dari pengalaman internasional. Beberapa negara telah lebih dulu memberikan kepastian regulasi bagi pekerja platform online, dan ini menjadi referensi bagi kami dalam merumuskan kebijakan,” jelas Yassierli.

Kepastian Hak bagi Driver Ojol

Menurut Yassierli, keputusan untuk mengubah status driver ojol bukan hanya soal tunjangan hari raya (THR), tetapi juga jaminan sosial, asuransi kesehatan, dan kepastian hak tenaga kerja lainnya. “Kami ingin memastikan bahwa pekerja platform memiliki perlindungan hukum yang jelas dan tidak sekadar bergantung pada kebijakan perusahaan aplikasi,” tambahnya.

Ia juga menekankan bahwa pemerintah memiliki tanggung jawab untuk menghadirkan regulasi yang adil bagi pekerja digital. “Pekerja ojol harus mendapat kepastian hukum seperti pekerja formal lainnya. Ini adalah pekerjaan rumah besar bagi kami,” tegasnya.

Target Penyelesaian Regulasi

Di tempat terpisah, Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer menyatakan bahwa aturan mengenai status driver ojol ditargetkan selesai setelah Hari Raya Idulfitri 2025. Ia menjelaskan bahwa kebijakan ini dapat berbentuk peraturan pemerintah (PP) atau peraturan menteri (Permen), tergantung pada hasil kajian yang tengah dilakukan.

Baca juga :  Polisi Ungkap Peran dan Motif Kades Kohod dalam Kasus Pemalsuan Dokumen Pagar Laut

Noel, sapaan akrab Immanuel, menekankan pentingnya memiliki dasar hukum yang kuat bagi pekerja platform. “Yang terpenting adalah driver ojol memiliki legal standing yang jelas sehingga mereka bisa mendapatkan hak-hak yang layak,” ujarnya.

Tantangan dalam Implementasi

Meski kebijakan ini mendapat dukungan dari sebagian besar driver ojol, ada tantangan yang harus dihadapi dalam implementasinya. Beberapa perusahaan penyedia aplikasi masih mempertahankan skema kemitraan, yang memberikan fleksibilitas bagi pengemudi, tetapi di sisi lain juga membuat mereka tidak memiliki hak sebagai pekerja formal.

Sebagian driver juga masih bimbang mengenai perubahan status ini, mengingat fleksibilitas menjadi salah satu alasan utama mereka memilih pekerjaan sebagai pengemudi ojek online. Oleh karena itu, pemerintah perlu merancang regulasi yang tidak hanya memberikan kepastian hukum, tetapi juga tetap mempertimbangkan kebutuhan dan keinginan para driver.

Dengan langkah konsultasi ke ILO dan kajian mendalam yang dilakukan, diharapkan kebijakan ini dapat memberikan perlindungan lebih baik bagi pekerja ojol tanpa mengorbankan fleksibilitas kerja yang selama ini menjadi daya tarik utama industri transportasi berbasis aplikasi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *