JAKARTA – Ketua Komisi I DPR RI, Utut Adianto, menyampaikan pandangan strategis mengenai penempatan instalasi militer milik Tentara Nasional Indonesia (TNI) agar berlokasi jauh dari kawasan masyarakat sipil. Menurutnya, posisi instalasi militer yang terlalu dekat dengan aktivitas warga berisiko mengganggu mobilitas pasukan, terutama saat menghadapi keadaan darurat.
“Kalau kamu ke Mabes TNI, sekarang depannya sudah banyak warung. Sama halnya di Brigif Cilodong, Brigif I. Ketika ada kondisi genting, bagaimana kendaraan tempur bisa bergerak kalau depan markas dipenuhi warung dan pangkalan ojek?” ungkap Utut di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (14/5).
Pernyataan ini mencuat setelah insiden ledakan amunisi di Garut, Jawa Barat, yang menewaskan 13 orang, termasuk warga sipil. Insiden tragis itu memicu pertanyaan serius terkait keamanan instalasi militer dan jaraknya dengan kawasan pemukiman.
Utut menekankan bahwa pemindahan atau penataan ulang instalasi militer tidak berarti TNI harus menjauh dari masyarakat sipil secara sosial. Justru, hal tersebut bertujuan menciptakan ruang steril yang aman bagi operasi militer dan warga di sekitarnya.
“Negara-negara maju juga menerapkan kebijakan yang sama. Instalasi militer ditempatkan di lokasi yang tidak mengganggu masyarakat dan aman jika terjadi insiden seperti ledakan amunisi,” jelasnya.
Ia juga mengungkapkan bahwa kejadian serupa pernah terjadi pada tahun 1984 di kawasan Marinir, yang saat itu bernama KKO. Ledakan berlangsung selama berjam-jam dan menimbulkan kepanikan luas. Hal ini memperkuat argumen bahwa penataan ulang lokasi markas militer menjadi kebutuhan strategis nasional.
Pengamat militer menyambut baik pandangan Utut Adianto karena mencerminkan kesadaran legislatif terhadap dinamika pertahanan negara. Instalasi militer memang seharusnya dibangun berdasarkan analisis geografis, demografis, dan ancaman, bukan sekadar warisan sejarah atau kebiasaan lama.
Selain aspek keamanan, keberadaan fasilitas militer di tengah masyarakat juga rawan menciptakan konflik kepentingan, serta membuka peluang penyalahgunaan area terbatas. Oleh karena itu, langkah preventif perlu diambil, termasuk revisi tata ruang nasional dan evaluasi zona militer aktif.
Pernyataan Ketua Komisi I DPR ini menegaskan pentingnya integrasi antara kebijakan pertahanan dan tata kelola wilayah yang modern dan adaptif terhadap perkembangan zaman. Ke depan, diharapkan pemerintah dan TNI segera menyusun roadmap pemindahan atau pembenahan instalasi militer yang lebih aman dan efektif.