Presiden Prabowo Subianto mengungkapkan kebingungannya terhadap studi banding yang dilakukan oleh kementerian dan lembaga (K/L) ke Australia dalam rangka pengentasan kemiskinan. Menurutnya, Australia merupakan salah satu dari 10 negara terkaya di dunia, sehingga tidak relevan jika Indonesia belajar menghapus kemiskinan dari negara tersebut.
“Diskusi, diskusi, studi banding, studi banding, mau belajar bagaimana mengentaskan kemiskinan, tapi studi bandingnya ke Australia. Australia salah satu 10 negara terkaya di dunia, kok belajar ke Australia?” ujar Prabowo dalam pidatonya di Kongres ke-18 Muslimat NU di Surabaya, Senin (10/2).
Kritik terhadap Studi Banding yang Tidak Efektif
Prabowo juga mempertanyakan efektivitas studi banding yang dilakukan terkait kegiatan Pramuka. Ia menilai bahwa banyak studi banding ke luar negeri yang sebenarnya tidak memberikan manfaat yang signifikan.
Lebih lanjut, Prabowo menegaskan bahwa tidak perlu ada perjalanan dinas ke luar negeri jika tidak benar-benar dibutuhkan. Ia menginstruksikan agar pejabat pemerintah tidak mencari-cari alasan untuk melakukan perjalanan dinas dengan dalih studi banding yang tidak jelas manfaatnya.
“Enggak usah ke luar negeri, lima tahun enggak usah ke luar negeri kalau perlu,” tegasnya.
Menurutnya, perjalanan dinas ke luar negeri hanya boleh dilakukan jika ada tugas resmi atas nama negara. Hal ini bertujuan untuk menghindari penyalahgunaan anggaran negara oleh pejabat yang memanfaatkan fasilitas negara untuk kepentingan pribadi.
Prabowo Jelaskan Alasan Kunjungan Luar Negeri
Prabowo juga menanggapi kritik terhadap dirinya yang sering melakukan lawatan ke luar negeri sejak menjabat sebagai presiden pada 20 Oktober 2024. Ia menjelaskan bahwa kunjungannya ke luar negeri dilakukan sebagai kepala negara dalam forum internasional yang penting untuk mengamankan kepentingan bangsa.
“Loh Presiden Prabowo sering ke luar negeri? Saya diundang sebagai kepala Indonesia, kepala negara, dalam konferensi-konferensi penting oleh negara-negara yang penting dan saya mewakili bangsa untuk mengamankan kepentingan bangsa,” jelasnya.
Efisiensi Anggaran dan Fokus Pengentasan Kemiskinan
Prabowo juga menyoroti banyaknya seminar, kajian, dan Focus Group Discussion (FGD) yang dilakukan untuk membahas program pengentasan kemiskinan. Menurutnya, pengentasan kemiskinan tidak cukup hanya dengan diskusi, tetapi harus dilakukan dengan aksi nyata di lapangan.
“Mengentaskan kemiskinan absolut bantu rakyat, yang lapar cari makan, sekolahnya rusak perbaiki, jalan yang rusak perbaiki,” ujarnya.
Keputusan pemerintah untuk melakukan efisiensi anggaran tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD 2025. Melalui kebijakan ini, Prabowo menargetkan penghematan anggaran negara sebesar Rp306,69 triliun. Dari jumlah tersebut, Rp256,1 triliun berasal dari belanja kementerian/lembaga (K/L), sedangkan Rp50,59 triliun dari dana transfer ke daerah.
Kesimpulan
Kritik Prabowo terhadap studi banding yang tidak efektif menyoroti pentingnya penggunaan anggaran negara yang lebih bijak. Ia menekankan bahwa efisiensi anggaran harus menjadi prioritas agar pemerintah dapat fokus pada program yang benar-benar memberikan manfaat langsung bagi masyarakat. Pengentasan kemiskinan tidak bisa hanya sebatas teori, tetapi harus diwujudkan dalam aksi nyata di lapangan.