Anggaran BMKG Dipotong, Deteksi Gempa dan Tsunami Terancam Lemah

Jakarta, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) tengah menghadapi tantangan besar akibat pemotongan anggaran yang dilakukan pemerintah. Pemotongan ini berpotensi melemahkan sistem deteksi bencana, termasuk alat pemantauan gempa bumi dan tsunami yang sangat krusial bagi keselamatan masyarakat.

Dampak Pemotongan Anggaran

Kepala Biro Hukum, Humas, dan Kerja Sama BMKG, Muslihhuddin, mengungkapkan bahwa pihaknya telah mengajukan permohonan dispensasi kepada Presiden Prabowo Subianto agar pemotongan anggaran tidak mengganggu layanan utama BMKG. Meski BMKG memahami kebijakan efisiensi anggaran, pemotongan ini berdampak signifikan terhadap belanja modal dan barang, terutama dalam pemeliharaan alat deteksi bencana.

BMKG mencatat bahwa sekitar 600 sensor pemantauan gempa bumi dan tsunami di seluruh Indonesia kini dalam kondisi yang sudah melampaui usia kelayakan. Tanpa pemeliharaan yang memadai, akurasi deteksi gempa dan tsunami bisa menurun drastis. Ketepatan akurasi informasi cuaca, iklim, gempa bumi, dan tsunami diperkirakan akan turun dari 90 persen menjadi 60 persen. Selain itu, kecepatan penyebaran peringatan dini tsunami yang sebelumnya bisa dilakukan dalam waktu 3 menit akan melambat menjadi lebih dari 5 menit.

Ancaman terhadap Ketahanan Nasional

Tidak hanya sistem peringatan dini, pemotongan anggaran juga berdampak luas terhadap berbagai sektor lainnya. Kajian dinamika iklim dan tektonik jangka menengah serta panjang berpotensi terhambat. BMKG juga memperingatkan bahwa modernisasi sistem dan peralatan operasional akan terhenti, yang berakibat pada terganggunya keselamatan transportasi udara dan laut.

Lebih jauh, layanan BMKG untuk mendukung ketahanan pangan, energi, dan air juga terkena dampak. Begitu pula dengan upaya mitigasi bencana geo-hidrometeorologi yang menjadi faktor kunci dalam membangun masyarakat tangguh bencana. Dengan adanya keterbatasan anggaran, sistem mitigasi ini bisa melemah, sehingga meningkatkan risiko bagi masyarakat yang tinggal di wilayah rawan bencana.

Baca juga :  BPOM RI Perketat Pengawasan Makanan Menjelang Ramadan

BMKG Meminta Dukungan

BMKG menegaskan bahwa mitigasi ancaman bencana tidak bisa diabaikan karena menyangkut keselamatan jutaan nyawa. Oleh sebab itu, mereka berharap pemerintah dapat mempertimbangkan kembali dispensasi anggaran untuk memastikan sistem deteksi bencana tetap berjalan optimal.

CNNIndonesia.com mencoba menghubungi Kepala Kantor Kepresidenan Hasan Nasbi untuk mendapatkan tanggapan terkait permohonan dispensasi ini, tetapi hingga berita ini diturunkan, belum ada respons resmi.

Sebelumnya, Presiden Prabowo telah mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) 1/2025 yang menetapkan pemotongan anggaran pemerintah sebesar Rp306,69 triliun. Dari total pemotongan tersebut, anggaran kementerian dan lembaga dipangkas sebesar Rp256,1 triliun, sementara transfer ke daerah (TKD) dipotong sebesar Rp50,59 triliun. Langkah ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan anggaran negara.

Namun, dalam konteks mitigasi bencana, pemotongan ini menimbulkan kekhawatiran. Jika tidak ditangani dengan tepat, masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana bisa menghadapi risiko yang lebih besar akibat lemahnya sistem deteksi dan peringatan dini.

Kesimpulan

Efisiensi anggaran memang penting, tetapi harus dilakukan dengan mempertimbangkan sektor-sektor vital seperti mitigasi bencana. Dengan potensi dampak yang besar terhadap keselamatan masyarakat, pemerintah diharapkan dapat memberikan solusi agar sistem peringatan dini BMKG tetap optimal dalam melindungi rakyat Indonesia dari ancaman bencana alam.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *