Gaza kembali dirundung duka mendalam setelah serangan udara Israel pada Minggu dini hari menewaskan 53 orang, termasuk jurnalis dan anak-anak. Serangan ini memicu kecaman luas dari komunitas internasional yang menyerukan penghentian kekerasan di wilayah konflik tersebut.
Menurut pernyataan Kementerian Kesehatan Gaza, korban tewas mencakup 19 anak-anak dan 3 jurnalis yang tengah bertugas di lapangan. “Mereka menyerang area padat penduduk tanpa memperhatikan keberadaan warga sipil. Kami kehilangan rekan-rekan kami yang bekerja untuk menyampaikan kebenaran,” ujar Fadi Masri, seorang jurnalis lokal di Gaza.
Israel mengklaim serangan itu sebagai tanggapan atas tembakan roket dari Hamas yang ditujukan ke wilayah selatan Israel. Namun, banyak pihak menilai tindakan ini tidak proporsional. Amnesty International menyebut serangan tersebut sebagai pelanggaran berat terhadap hukum humaniter internasional.
Penduduk Gaza kini hidup dalam ketakutan dan kehilangan. “Kami hanya ingin hidup dengan damai. Anak-anak kami tidak tahu kapan bisa tidur dengan aman,” kata Ayesha Al-Khatib, seorang ibu dari empat anak yang rumahnya hancur akibat serangan itu.
Tragedi ini memperburuk kondisi kemanusiaan di Gaza, yang telah menghadapi blokade selama lebih dari satu dekade. Organisasi kemanusiaan menyerukan pengiriman bantuan darurat, termasuk makanan dan obat-obatan, untuk para korban yang terlantar.
Sementara itu, Dewan Keamanan PBB kembali menggelar sidang darurat untuk membahas ketegangan di wilayah ini. Meski belum ada resolusi yang disepakati, tekanan internasional semakin besar untuk menghentikan eskalasi konflik dan mencari solusi damai yang berkelanjutan.