Jakarta, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus menunjukkan konsistensinya dalam menelusuri aliran dana terkait dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) oleh mantan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo (SYL). Hari ini, KPK kembali memanggil Fathroni Diansyah, adik dari advokat dan mantan Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, untuk dimintai keterangan sebagai saksi dalam kasus tersebut.
Pemeriksaan berlangsung di Gedung Merah Putih KPK. Fathroni, yang kini berstatus sebagai karyawan swasta, telah hadir memenuhi panggilan penyidik. Sebelumnya, ia juga menjalani pemeriksaan pada Kamis, 27 Maret lalu. Namun, saat itu Fathroni memilih tidak memberikan pernyataan terkait materi pemeriksaan.
“Kami memanggil Fathroni Diansyah sebagai saksi. Pemeriksaan dilakukan hari ini di kantor KPK,” ungkap Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, dalam keterangan tertulis.
Keterlibatan Fathroni dalam lingkaran perkara SYL mengemuka setelah informasi mengenai latar belakangnya terungkap. Ia diketahui pernah menjalani magang sebagai calon advokat di Visi Law Office—firma hukum yang didirikan Febri Diansyah bersama Donal Fariz, juga seorang aktivis antikorupsi. Firma tersebut turut mendampingi SYL dalam proses penyelidikan dan penyidikan perkara pemerasan dan gratifikasi.
Febri Diansyah memberikan penjelasan atas posisi adiknya dalam proses hukum tersebut. Ia menegaskan bahwa Fathroni hanya menjalankan tugas magang pada saat mendampingi klien dan belum memiliki kapasitas sebagai advokat penuh. “Sejak akhir 2024, kami baru mendirikan Diansyah and Partner Law Firm secara profesional,” ujar Febri, Senin (24/3).
Sebagai bagian dari pengembangan kasus, penyidik KPK telah menggeledah kantor Visi Law Office yang terletak di kawasan Pondok Indah, Jakarta Selatan. Dari penggeledahan itu, tim penyidik menyita berbagai dokumen dan barang bukti elektronik yang diduga memiliki keterkaitan dengan aliran dana mencurigakan dalam kasus TPPU SYL.
SYL sendiri telah divonis bersalah atas kasus pemerasan dan gratifikasi. Ia dijatuhi hukuman 12 tahun penjara dan diwajibkan membayar uang pengganti senilai lebih dari Rp44 miliar serta US$30.000. Majelis hakim Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi yang diajukannya dan mempertegas hukuman tersebut, dengan menetapkan bahwa apabila tidak mampu membayar uang pengganti, hukumannya akan diganti dengan pidana penjara selama lima tahun.
Pemeriksaan lanjutan terhadap Fathroni menandakan bahwa KPK masih terus mendalami kemungkinan keterlibatan pihak-pihak lain dalam upaya pencucian uang SYL. Dengan ketekunan dan pendekatan berbasis bukti, KPK mengedepankan integritas dan transparansi dalam setiap proses penegakan hukum.