Jakarta, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan respons terkait partisipasi Wakil Ketua KPK periode 2019–2024, Nurul Ghufron, dalam seleksi Calon Hakim Agung (CHA) Mahkamah Agung (MA). Lembaga antirasuah tersebut menegaskan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam setiap tahap proses seleksi calon hakim di lembaga yudikatif tertinggi Indonesia.
Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, menegaskan bahwa pihaknya mendukung penuh pelaksanaan seleksi CHA yang berintegritas. “KPK mendorong proses seleksi tersebut berjalan secara transparan dan berkualitas demi menciptakan masa depan peradilan yang lebih baik,” ujar Tessa di Gedung Merah Putih, Jakarta, Rabu (16/4).
Konflik Kepentingan dan Sorotan Etika
Sorotan terhadap Ghufron tak terhindarkan mengingat ia sempat dijatuhi sanksi etik oleh Dewan Pengawas KPK. Ia terbukti menyalahgunakan pengaruh sebagai pimpinan lembaga untuk kepentingan pribadi, yakni meminta mutasi seorang ASN Kementerian Pertanian, Andi Dwi Mandasari (ADM), saat kasus dugaan korupsi di kementerian tersebut tengah ditangani KPK.
Atas pelanggaran ini, Ghufron dikenakan sanksi berupa teguran tertulis dan pemotongan gaji sebesar 20 persen selama enam bulan. Meskipun demikian, Ghufron tetap meyakini bahwa tindakannya tidak melanggar kode etik dan memilih tetap mengikuti seleksi CHA Kamar Pidana MA.
Seleksi Ketat dan Keterlibatan Publik
Proses seleksi CHA tahun ini mencakup tahapan seleksi administrasi, seleksi kualitas, serta penyampaian karya tulis dan rekomendasi dari tiga tokoh terpercaya. Ghufron dinyatakan lulus seleksi administrasi bersama 160 peserta lainnya dari total 183 pendaftar. Ia akan mengikuti seleksi lanjutan pada 28–30 April 2025 di Jakarta.
Seleksi ini diselenggarakan oleh Komisi Yudisial (KY), yang juga membuka ruang partisipasi masyarakat untuk memberikan masukan terhadap para calon hingga 30 Mei 2025. Masukan dapat disampaikan melalui email resmi KY di rekrutmen@komisiyudisial.go.id.
Tantangan Dunia Peradilan
KPK menyoroti kondisi peradilan Indonesia yang saat ini diliputi oleh berbagai persoalan integritas. Beberapa aparat penegak hukum – mulai dari hakim hingga pengacara – justru menjadi pihak yang terjerat kasus hukum. Dalam konteks ini, seleksi CHA dianggap sebagai peluang untuk memperbaiki kualitas sumber daya manusia di institusi peradilan.
“Siapa pun yang lolos seleksi semoga menjadi yang terbaik untuk Indonesia,” kata Tessa menutup pernyataannya.
Komitmen dan Pernyataan Ghufron
Menanggapi partisipasinya dalam seleksi ini, Ghufron menyampaikan bahwa ia merasa terpanggil untuk turut serta menjawab undangan Komisi Yudisial. “Saya berharap proses seleksi ini mampu menemukan calon hakim terbaik bagi kebutuhan hukum Indonesia,” ungkapnya.
Dengan integritas dan rekam jejak menjadi sorotan utama, publik kini mengawasi ketat proses seleksi ini. Besar harapan agar MA dapat memperoleh hakim-hakim agung yang tidak hanya kompeten, namun juga menjunjung tinggi etika dan moral hukum.