Jakarta, Pemerintah Indonesia tengah mengkaji pembangunan industri mobil nasional sebagai bagian dari upaya mendorong kemandirian di sektor otomotif. Beberapa pabrikan otomotif telah menyatakan minatnya untuk berkontribusi dalam pengembangan mobil nasional, termasuk kendaraan listrik.
Dukungan Pabrikan untuk Mobil Nasional
Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita, mengungkapkan bahwa sudah ada sejumlah manufaktur yang siap mengembangkan mobil nasional berbasis listrik. Dalam pertemuan di ajang Indonesia International Motor Show (IIMS) 2025, ia menyatakan telah menerima konsep pengembangan mobil nasional dari salah satu pabrikan.
“Mobil nasional sekarang sedang kita bahas bersama pabrikan. Bahkan, tadi ada sebuah pabrikan yang sudah menyampaikan konsep kepada saya. Saya sedang menunggu untuk mengundang mereka secara resmi, dan sudah ada beberapa grup yang menyatakan kesiapannya,” ujar Agus di JIExpo, Kemayoran, Jakarta, Kamis (13/2).
Salah satu perusahaan yang menunjukkan ketertarikan adalah Polytron, anak usaha dari grup Djarum yang selama ini dikenal sebagai produsen elektronik. Dalam beberapa tahun terakhir, Polytron telah merambah industri kendaraan listrik melalui produksi dan pemasaran motor listrik.
“Polytron tadi menyampaikan bahwa mereka siap membangun mobil nasional. Namun, selain Polytron, ada beberapa grup lain yang juga berminat,” tambahnya.
Sejarah Mobil Nasional di Indonesia
Indonesia sebelumnya telah memiliki beberapa merek mobil nasional, seperti Maung yang dikembangkan oleh PT Pindad untuk kebutuhan taktis. Selain itu, ada juga merek Esemka asal Boyolali, Jawa Tengah, yang sempat menjadi perbincangan publik sebagai mobil nasional.
Namun, keberlanjutan produksi mobil nasional sering kali menghadapi berbagai tantangan, terutama dalam hal rantai pasokan dan daya saing dengan merek global. Oleh karena itu, pemerintah berupaya memperkuat regulasi dan kebijakan yang mendukung industri otomotif nasional.
Tantangan dan Peluang Mobil Nasional
Meski bertujuan untuk membangun industri mobil dalam negeri, Agus menegaskan bahwa mobil nasional tidak dapat sepenuhnya dibuat dengan komponen lokal. Hal ini disebabkan oleh ketergantungan pada rantai pasokan global yang mencakup beberapa komponen penting.
“Kita tidak bisa sepenuhnya menghindari impor. Tidak ada satu pun industri di dunia yang bisa 100 persen mandiri. Inilah yang disebut dengan global value chain. Namun, kita tetap menetapkan nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) minimal,” jelas Agus.
Langkah ini sejalan dengan visi pemerintah untuk meningkatkan daya saing industri otomotif nasional sekaligus mendukung ekosistem kendaraan listrik. Dengan adanya dukungan dari berbagai pabrikan, diharapkan mobil nasional dapat menjadi produk unggulan yang tidak hanya digunakan di dalam negeri tetapi juga memiliki potensi ekspor.
Kesimpulan
Pemerintah terus mendorong realisasi industri mobil nasional dengan melibatkan berbagai pabrikan otomotif. Sejumlah perusahaan, termasuk Polytron, telah menyatakan minatnya dalam pengembangan kendaraan listrik nasional. Meskipun masih menghadapi tantangan dalam rantai pasokan, langkah ini diharapkan dapat memperkuat industri otomotif Indonesia dan menciptakan kendaraan buatan dalam negeri yang berdaya saing tinggi.