Jakarta, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), Rini Widyantini, merespons kekhawatiran terkait pemutusan hubungan kerja (PHK) massal pegawai honorer akibat efisiensi anggaran negara sebesar Rp306 triliun. Menurutnya, keputusan terkait tenaga kerja honorer sepenuhnya berada di tangan instansi masing-masing dan bukan dalam kewenangan langsung Kementerian PANRB.
“Itu tergantung instansinya, saya tidak dapat intervensi. Karena KemenPANRB kan yang mengeluarkan kebijakan nasionalnya,” ujar Rini usai menghadiri rapat kerja bersama Komisi II DPR, Rabu (12/2).
Finalisasi Data Honorer di BKN
Rini menekankan bahwa kementeriannya telah mengeluarkan berbagai kebijakan agar setiap instansi pemerintah dapat memfinalisasi data tenaga honorer yang tersimpan dalam sistem Badan Kepegawaian Negara (BKN). Dengan data yang jelas, tenaga honorer memiliki peluang untuk diangkat menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) melalui seleksi Calon Aparatur Sipil Negara (CASN).
“Kita sudah banyak mengeluarkan kebijakan untuk setiap instansi pemerintah agar mereka dapat memfinalisasikan data yang ada di pangkalan data BKN. Kebijakan terkait tenaga honorer tentunya akan berhubungan langsung dengan instansinya masing-masing,” jelasnya.
Rini juga memastikan bahwa tenaga honorer yang mengikuti seleksi CASN akan diberikan kesempatan untuk diangkat menjadi PPPK, baik dalam kategori penuh maupun paruh waktu. Namun, hanya mereka yang sudah terdaftar dalam database BKN yang bisa mendapatkan status tersebut.
DPR Soroti Dampak Efisiensi Anggaran
Ancaman PHK tenaga honorer akibat pemangkasan anggaran juga menjadi perhatian DPR. Ketua Komisi II DPR, Rifqinizamy Karsayuda, menyatakan bahwa pihaknya telah menerima banyak keluhan dari berbagai kementerian dan lembaga terkait keterbatasan anggaran untuk membayar pegawai honorer.
“Saya tahu dan mendapat banyak masukan dari beberapa lembaga. Jika efisiensi anggaran diterapkan seperti ini, banyak instansi yang hanya bisa membayar gaji pegawai seperti sopir dan office boy selama empat bulan saja,” ungkap Rifqi dalam rapat kerja bersama mitra kerja DPR.
Dampak bagi Kementerian PUPR
Salah satu kementerian yang mengalami dampak signifikan adalah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Di media sosial, ramai perbincangan mengenai 18 ribu pegawai honorer yang harus dirumahkan setelah anggaran Kementerian PUPR dipangkas hingga 80 persen atau sekitar Rp81,38 triliun.
Dody, salah satu pejabat di Kementerian PUPR, menjelaskan bahwa tenaga kerja yang dirumahkan merupakan pegawai kontrak. Hingga saat ini, perpanjangan kontrak mereka belum bisa dilakukan akibat revisi anggaran yang masih berlangsung.
“Kontrak mereka sudah habis, dan saat ini kami belum bisa memperbarui kontrak baru karena anggarannya masih ditinjau ulang,” ungkap Dody usai menghadiri rapat kerja dengan Komisi V DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (12/2).
Dody menambahkan bahwa sebagian besar anggaran Kementerian PUPR masih diblokir oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam rangka penyesuaian dan efisiensi belanja negara.
Upaya Pemerintah dalam Mengatasi Masalah
Meski situasi ini memunculkan kekhawatiran besar, pemerintah terus mencari solusi agar tenaga honorer yang terdampak tidak kehilangan pekerjaannya secara permanen. Salah satu opsi yang sedang dikaji adalah pengalihan tenaga honorer ke dalam skema PPPK dengan sistem paruh waktu, sehingga mereka tetap bisa bekerja meski dengan durasi dan kompensasi yang disesuaikan dengan kondisi anggaran negara.
Keputusan final mengenai kelangsungan status tenaga honorer masih bergantung pada kebijakan instansi masing-masing serta pembahasan lebih lanjut antara pemerintah dan DPR terkait alokasi anggaran. Sementara itu, tenaga honorer diharapkan dapat terus memperbarui informasi mengenai seleksi CASN dan kebijakan terbaru dari Kementerian PANRB serta BKN.