Yogyakarta, Ratusan pegawai RSUP Dr. Sardjito, Sleman, DIY, melakukan aksi walkout dari audiensi yang membahas tuntutan mereka terkait pembayaran penuh Tunjangan Hari Raya (THR). Pegawai yang terdiri dari tenaga medis, dokter spesialis, serta karyawan administrasi merasa tidak puas dengan kebijakan rumah sakit yang hanya membayarkan 30 persen dari total remunerasi mereka.
Aksi ini dipicu oleh kebijakan rumah sakit yang dinilai tidak sesuai dengan ketentuan pemerintah. Dalam surat Kementerian Keuangan RI dan Kementerian Kesehatan terkait pembayaran THR 2025, disebutkan bahwa gaji harus dibayarkan penuh. Namun, untuk insentif THR, rumah sakit dapat menyesuaikan berdasarkan kemampuan finansialnya.
Tuntutan Pegawai RS Sardjito
Salah satu perwakilan pegawai, Konsultan Anestesi Kardiovaskular senior RSUP Dr. Sardjito, Bhirowo Yudo Pratomo, mengungkapkan keresahan pegawai yang telah bekerja keras namun merasa tidak mendapatkan apresiasi yang layak. Ia juga menyoroti masalah lembur tanpa kejelasan imbalan, serta kebijakan rumah sakit yang justru memberikan pinjaman ke RS lain sementara menekan pendapatan pegawai.
“Kami selalu diminta meningkatkan kinerja dan itu sudah kami lakukan. Namun, reward yang kami terima tidak sebanding. Selain itu, hampir setiap hari kami bekerja tujuh hari dalam seminggu,” ujar Bhirowo.
Para pegawai juga menilai batas belanja pegawai yang ditetapkan sebesar 45 persen dalam Monitoring Kinerja Keuangan & Operasional (MKKO) sebagai salah satu penyebab keterbatasan pembayaran THR. Mereka menuntut agar direksi berani melakukan negosiasi dengan Kementerian Kesehatan untuk memperbaiki situasi ini.
“Kami menuntut agar THR dibayarkan 100 persen sesuai ketentuan pemerintah. Selain itu, kami meminta transparansi terkait remunerasi, mengingat RS Sardjito memiliki pendapatan yang tinggi dan menduduki peringkat kedua tertinggi di Indonesia,” demikian pernyataan resmi dari pegawai.
Penjelasan Pihak Manajemen RS Sardjito
Direktur SDM, Pendidikan, dan Penelitian RSUP Dr. Sardjito, Nusati Ekawahju, menjelaskan bahwa rumah sakit telah membayarkan THR yang bersumber dari APBN kepada pegawai berstatus PNS pada 18 Maret 2025. Sementara itu, THR insentif dari Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) BLU telah dibayarkan pada 19 Maret 2025.
Namun, menurut Nusati, berdasarkan aturan Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan Kemenkes, pembayaran THR insentif dari PNBP BLU maksimal 30 persen dari insentif kinerja sebelumnya. Keputusan ini juga mempertimbangkan rasio keuangan rumah sakit, di mana beban biaya pegawai sudah melebihi 50 persen dari pendapatan operasional RS yang mencapai Rp124,4 miliar per Februari 2025.
Direktur Utama RSUP Dr. Sardjito, Eniarti, menegaskan bahwa rumah sakit telah melakukan penyesuaian dengan menetapkan besaran THR insentif Rp2 juta untuk setiap pegawai BLU grade I-VI. Menurutnya, jika besaran THR insentif mengikuti aturan 30 persen dari gaji pokok, nominal yang diterima akan jauh lebih rendah dibandingkan tunjangan kinerja.
Aksi Walkout Pegawai
Ketegangan dalam audiensi mencapai puncaknya saat Eniarti menyatakan bahwa RS Sardjito tidak mampu membayarkan THR 100 persen seperti rumah sakit ternama lainnya. Ia bahkan mempersilakan pegawai yang tidak puas untuk mencari pekerjaan di tempat lain.
“Saya ingin tahu teman-teman yang menyoraki saya, maju ke depan dan katakan, berapa seharusnya kalian dibayar?” ujar Eniarti.
Pernyataan tersebut memicu kekecewaan di kalangan pegawai yang kemudian melakukan aksi walkout dari ruangan audiensi. Pascaaudiensi, Eniarti menyatakan bahwa direksi akan mengevaluasi kembali kebijakan pembayaran THR insentif agar lebih sesuai dengan kondisi keuangan rumah sakit.
“Kami sudah bersepakat untuk melakukan evaluasi kembali. Jika pendapatan meningkat, maka persentase pembayaran THR insentif juga akan disesuaikan,” tutupnya.
Kesimpulan
Aksi protes ratusan pegawai RSUP Dr. Sardjito menunjukkan adanya ketidakpuasan terhadap kebijakan pembayaran THR insentif yang dianggap tidak adil. Pegawai menuntut transparansi serta kejelasan mengenai kebijakan remunerasi yang diterapkan rumah sakit. Sementara itu, pihak direksi berjanji akan mengevaluasi kebijakan tersebut guna mencari solusi yang lebih adil bagi seluruh pegawai.