Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Sosial (Kemensos) resmi menyerahkan daftar 40 tokoh calon penerima Gelar Pahlawan Nasional kepada Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP). Dari daftar tersebut, muncul nama Presiden ke-2 Republik Indonesia, Soeharto, yang kembali menjadi sorotan publik dan menimbulkan perdebatan di berbagai kalangan.
Ketua TP2GP sekaligus Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, mengonfirmasi bahwa daftar calon penerima gelar tersebut telah diterimanya dari Menteri Sosial Saifullah Yusuf (Gus Ipul) setelah melalui rapat panjang dan kajian mendalam.
“Saya telah menerima pengusulan dari Kementerian Sosial Republik Indonesia, dari Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pusat 2025. Sebagai Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan, saya tentu akan menindaklanjutinya,” kata Fadli dalam keterangan tertulis, Selasa (21/10/2025).
Fadli menegaskan, setiap nama yang diusulkan sudah melalui proses seleksi ketat dan pertimbangan yang panjang. Nama-nama tersebut nantinya akan diajukan kepada Presiden Prabowo Subianto untuk diputuskan sebelum peringatan Hari Pahlawan 10 November mendatang.
Nama Soeharto Jadi Sorotan di Daftar Usulan
Dalam daftar 40 tokoh itu, nama Soeharto menjadi yang paling menyedot perhatian publik. Menteri Sosial Saifullah Yusuf (Gus Ipul) menyebut, usulan Soeharto telah melewati sejumlah sidang dan pembahasan berulang di tingkat tim pusat.
“Prosesnya sudah dilakukan berkali-kali oleh Dewan Gelar. Semua sudah dibahas dengan serius. Namun keputusan akhir ada di tangan Dewan Gelar,” ujar Gus Ipul kepada wartawan di Kantor Kemensos, Jakarta Pusat, Kamis (23/10/2025).
Gus Ipul juga menyebut, perbedaan pendapat di masyarakat adalah hal yang wajar. Menurutnya, setiap usulan tokoh besar pasti akan menimbulkan pro dan kontra, terutama yang memiliki rekam jejak panjang seperti Soeharto.
“Berbeda pendapat boleh saja, karena ini bagian dari demokrasi. Tapi kami memastikan semua tahapan telah dilakukan dengan sungguh-sungguh,” tambahnya.
Presiden Prabowo akan Kaji Langsung
Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi menyampaikan bahwa Istana telah menerima daftar resmi calon penerima gelar tersebut. Ia memastikan bahwa Presiden Prabowo Subianto akan mempelajari satu per satu nama yang diusulkan sebelum mengambil keputusan final.
“Memang banyak nama yang diajukan. Presiden akan mempelajarinya terlebih dahulu. Setelah ada keputusan, baru akan diumumkan,” ujar Prasetyo.
Beberapa nama yang masuk daftar disebut memiliki jasa besar bagi bangsa, termasuk Soeharto yang dinilai sebagian kalangan berperan penting dalam pembangunan ekonomi dan stabilitas nasional selama masa pemerintahannya.
Dukungan dari Parlemen
Anggota DPR Fraksi NasDem, Irma Suryani Chaniago, secara terbuka menyatakan dukungannya terhadap rencana pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto.
“Kami dari Fraksi NasDem mendukung. Soeharto punya jasa besar untuk Indonesia, terutama dalam bidang pembangunan dan ketahanan nasional,” tegas Irma.
Menurutnya, jasa Soeharto dalam memperkuat ekonomi dan menjaga stabilitas negara pada masanya tidak bisa dihapus dari sejarah bangsa.
Penolakan dari Aktivis dan Pegiat HAM
Namun, tidak semua pihak sepakat dengan usulan tersebut. Direktur Imparsial, Ardi Manto Adiputra, menilai langkah pemerintah ini sebagai pengingkaran terhadap semangat reformasi 1998 dan bentuk impunitas terhadap pelanggaran HAM berat yang terjadi selama masa Orde Baru.
“Keputusan memberikan gelar pahlawan nasional kepada Soeharto adalah pengkhianatan terhadap cita-cita reformasi dan bentuk pengabaian terhadap penderitaan para korban pelanggaran HAM,” tegas Ardi dalam wawancara dengan media, Kamis (23/10/2025).
Ardi menyebut, Soeharto adalah sosok yang seharusnya dimintai pertanggungjawaban atas berbagai kasus pelanggaran HAM berat, pembungkaman kebebasan berekspresi, serta praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang sistematis selama masa Orde Baru.
“Pemberian gelar ini sama saja dengan memutihkan dosa politik masa lalu. Itu bentuk impunitas yang berbahaya bagi masa depan demokrasi Indonesia,” ujarnya.
Polemik dan Dilema Sejarah
Kontroversi ini menunjukkan bahwa warisan politik dan sejarah Soeharto masih menyisakan perdebatan panjang. Bagi sebagian pihak, ia adalah simbol keberhasilan pembangunan dan stabilitas nasional; namun bagi yang lain, ia adalah simbol represi dan pelanggaran hak asasi manusia.
Kementerian Sosial hingga kini belum mengumumkan hasil akhir kajian tersebut. Keputusan akhir di tangan Presiden Prabowo akan menjadi tolak ukur arah rekonsiliasi sejarah Indonesia, apakah negara memilih untuk menghormati jasa masa lalu, atau tetap berpihak pada nilai-nilai reformasi dan keadilan.
