Jakarta, Ketua DPR RI, Puan Maharani, menegaskan bahwa hingga saat ini Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) belum menerima Surat Presiden (Surpres) untuk memulai pembahasan Revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri). Pernyataan ini disampaikan usai sidang Paripurna DPR pada Selasa (25/3).
Surpres yang Beredar Tidak Resmi
Puan juga mengingatkan bahwa salinan Surpres yang beredar di media sosial tidak memiliki keabsahan resmi. Hal yang sama berlaku untuk Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) yang beredar. Ia menegaskan bahwa hingga saat ini pimpinan DPR belum menerima dokumen resmi terkait revisi RUU Polri tersebut.
“Surpres [RUU Polri] saya tegaskan sampai saat ini belum diterima pimpinan DPR. Jika ada DIM yang beredar, itu bukan DIM resmi. Itu harus ditegaskan agar tidak terjadi kesalahpahaman di masyarakat,” ujar Puan di hadapan media.
Posisi RUU Polri dalam Prolegnas
RUU Polri sebelumnya sempat masuk dalam pembahasan DPR pada Agustus 2024. Namun, bersama dengan RUU TNI, pembahasannya tidak berlanjut. Dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas periode 2024-2029, hanya RUU TNI yang dimasukkan dalam daftar prioritas, sementara RUU Polri belum mendapatkan status yang sama.
Namun demikian, Puan menyampaikan bahwa pembahasan mengenai RUU Polri baru akan dimulai setelah Komisi III DPR atau Badan Legislasi (Baleg) DPR menyelesaikan pembahasan RUU Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). RUU KUHAP saat ini sudah ditetapkan sebagai usulan inisiatif dan akan mulai dibahas pada awal masa sidang mendatang setelah libur Lebaran.
Sorotan terhadap Pembahasan RUU TNI
Sementara itu, pembahasan RUU TNI yang berlangsung dengan cepat dan dinilai minim keterbukaan mendapat sorotan tajam dari berbagai kalangan masyarakat. Sejumlah kelompok telah menggelar aksi unjuk rasa menolak revisi UU TNI sejak pekan lalu, dan protes masih terus berlanjut.
Terkait hal ini, Puan Maharani menegaskan bahwa DPR berkomitmen untuk memastikan setiap proses legislasi berjalan sesuai dengan mekanisme yang transparan dan mengedepankan aspirasi masyarakat. “Setiap rancangan undang-undang harus dibahas dengan hati-hati dan melibatkan berbagai pihak yang berkepentingan, agar tidak ada kesan tergesa-gesa dalam pembuatannya,” ujarnya.
Komitmen DPR dalam Pembahasan RUU Polri
Puan juga menyatakan bahwa pembahasan RUU Polri nantinya akan mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk kepentingan masyarakat, efektivitas kerja kepolisian, serta prinsip-prinsip hukum yang berlaku. Ia menegaskan bahwa DPR akan menjalankan fungsi legislasi dengan cermat dan bertanggung jawab.
“Kami ingin memastikan bahwa setiap aturan yang dibuat benar-benar menjawab kebutuhan bangsa dan masyarakat. Oleh karena itu, kami akan menunggu Surpres resmi sebelum memulai pembahasan RUU Polri,” tutupnya.
Dengan belum adanya Surpres resmi, maka masyarakat diimbau untuk tidak mudah percaya pada informasi yang belum terverifikasi. Transparansi dalam pembahasan undang-undang menjadi kunci untuk memastikan aturan yang dihasilkan benar-benar bermanfaat bagi semua pihak.