Ahli Waris H. Labbang Dg Tika B Medjang Pasang Plang Kepemilikan Tanah 26,97 Hektar di CPI Makassar

Makassar – Sengketa lahan antara ahli waris H. Labbang Dg Tika B Medjang alias Labbang Bin Medjang dengan Ciputraland City Center Point Indonesia (CPI) Makassar kembali memanas. Pada 6 September 2025, ahli waris resmi memasang plang kepemilikan atas tanah seluas 26,97 hektar di Kampung Gusung Jonga, Kelurahan Maccini Sombala, Kecamatan Tamalate, Makassar.

Langkah ini diambil sebagai penegasan hak kepemilikan tanah keluarga yang telah diwariskan sejak tahun 1950. Menurut ahli waris, tindakan tersebut dilakukan setelah somasi kepada pihak Ciputra tidak diindahkan.

Daftar Isi:

Latar Belakang Sengketa Lahan

Tanah seluas 26,97 hektar di Kampung Gusung Jonga telah lama menjadi bagian dari warisan keluarga H. Labbang Dg Tika B Medjang. Tanah ini terdiri dari tanah adat-rincik 15.9700 m² dan tanah garapan 11 hektar.

Menurut ahli waris, mereka tidak pernah menjual atau mengalihkan tanah tersebut. Namun, penguasaan lahan oleh pihak Ciputraland dianggap dilakukan secara tidak transparan. Perselisihan ini kemudian berujung pada sengketa panjang yang melibatkan pengadilan hingga tingkat kasasi.

Dasar Hukum Kepemilikan Tanah

Ahli waris menegaskan bahwa kepemilikan mereka telah memperoleh kepastian hukum melalui putusan pengadilan berkekuatan tetap. Hal ini termasuk putusan PTUN, PT TUN, hingga kasasi Mahkamah Agung (MA).

H. Muh Nasir Dg Beta, salah satu ahli waris, menekankan bahwa pemasangan plang merupakan simbol perlawanan sekaligus pengingat kepada publik dan pemerintah bahwa hak mereka sah di mata hukum.

Isi Tuntutan Ahli Waris

Dalam pernyataan sikapnya, ahli waris menyampaikan beberapa tuntutan:

  1. Menegaskan hak kepemilikan sah atas tanah warisan 26,97 hektar.
  2. Menolak klaim dan penguasaan lahan oleh Ciputraland CPI.
  3. Menyatakan tidak pernah menjual atau mengalihkan tanah kepada pihak lain.
  4. Menyebut bahwa tanah tersebut sudah memiliki dasar hukum melalui putusan pengadilan tetap.
  5. Meminta pemerintah memberikan perlindungan hukum agar sengketa segera selesai.
  6. Menegaskan komitmen mempertahankan tanah adat-rincik dan garapan keluarga.
  7. Mendesak pemerintah Sulsel memfasilitasi pertemuan dengan Ciputra dan GMTD, termasuk penyelesaian ganti rugi atas lahan.
Baca juga :  Asosiasi Garda Indonesia: Demo Ojol Tuntut RUU Transportasi Online Masuk Prolegnas

Pandangan Ahli Hukum Agraria

Menurut pakar hukum agraria dari Universitas Hasanuddin, kasus ini mencerminkan masalah klasik agraria di Indonesia, yakni tumpang tindih klaim kepemilikan. Ia menyebutkan bahwa putusan berkekuatan hukum tetap seharusnya cukup untuk melindungi hak ahli waris.

Namun, lemahnya eksekusi hukum sering membuat pihak berhak tetap berjuang keras di lapangan. Tanpa tindakan pemerintah, konflik horizontal rentan muncul.

Dampak Sosial dan Ekonomi

Sengketa lahan berdampak luas bagi masyarakat sekitar. Warga gusung merasa khawatir kehilangan ruang hidup. Sementara itu, pengembangan properti berskala besar oleh Ciputraland CPI menghadapi hambatan sosial.

Jika tidak segera diselesaikan, konflik dapat menghambat investasi dan memicu ketegangan sosial. Oleh karena itu, kepastian hukum menjadi kunci untuk menciptakan stabilitas.

Seruan kepada Pemerintah

Ahli waris meminta pemerintah Sulawesi Selatan turun tangan sebagai mediator. Fasilitasi dialog dengan pihak Ciputra dan GMTD menjadi tuntutan utama. Selain itu, mereka mendesak adanya pembayaran ganti rugi sesuai klaim ahli waris.

Langkah pemerintah dianggap krusial agar konflik tidak berlarut-larut. Kehadiran negara juga menjadi wujud perlindungan atas tanah adat dan hak rakyat kecil.

Kasus sengketa tanah ahli waris H. Labbang Dg Tika B Medjang dengan Ciputraland CPI Makassar menegaskan pentingnya kepastian hukum agraria di Indonesia. Meski sudah ada putusan pengadilan tetap, eksekusi hukum masih menjadi tantangan.

Ahli waris menegaskan tidak akan mundur dalam mempertahankan hak tanah warisan. Dukungan pemerintah menjadi harapan agar sengketa 26,97 hektar segera berakhir dengan keadilan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *