Sleman – Menteri Agama (Menag) Muhammad Maftuh Basyuni menegaskan bahwa almarhum mantan Presiden Soeharto tidak saja layak mendapat gelar sebagai Jendral Besar, namun juga layak dan pantas mendapat gelar Pahlawan Nasional. “Untuk itu saya nanti dengan Pak Haryono Suyono yang juga masuk dalam tim (tim pemberian gelar kehormatan) akan memperjuangkan untuk itu,“ tandas Menag saat meresmikan Masjid Soekiratul Muslimat, (nama ibunda pak Harto) di Sleman, Ahad (1/3).
Ia mengatakan, Soeharto buan saja sebagai seorang prajurit yang mulai dikenal luas saat Serangan 1 Maret, tetapi ia juga tak ada cacatnya sebagai prajurit. Berjuang untuk kepentingan bangsa bagi Soeharto, menurut Maftuh, bukan hanya sebatas sebagai prajurit. Tapi juga dibidang pembangunan spiritual melalui pembangunan masjid untuk kepentngan umat. Memang, kata Maftuh, bahwa salah satu fungsi utama masjid adalah sebagai tempat pembelajaran dan penguatan kepedulian terhadap nasib bangsa.
Untuk kepentingan itulah bangsa Indonesia juga telah mengalami perjalanan sejarah yang tak terlupakan, kata Menag yang menjadi Kepala Rumah Tangga Istana saat Pak Harto menjadi Presiden. Dikatakannya bahwa serangan Umum 1 Maret 1949 terhadap kota Yogyakarta secara terkoordinasi yang direncanakan dan dipersiapkan oleh jajaran tertinggi militer di wilayah Divisi III/GM III dengan mengikutsertakan beberapa pucuk pimpinan Pemerintah sipil setempat berdasarkan instruksi dari Panglima Besar Sudirman. Untuk membuktikan kepada dunia internasional bahwa TNI berarti juga Republik Indonesia masih ada dan cukup kuat.
Dalam kondisi pemerintahan yang terpuruk, Letkol Soeharto merancang dan melancarkan serangan umum ke sejumlah markas dan pos pertahanan tentara Belanda di dalam kota Yogya, tanggal 1 Maret 1949. Dihantam dalam serangan dadakan, pasukan Belanda pimpinan Kolonel Van Langen, kocar-kacir. Mereka hanya bisa bertahan, meminta bala bantuan ke Magelang dan Semarang, katanya.
Hadir dalam peresmian masjid tersebut Siti Hardiyanti (Mbak Tutut), Probosutedjo, Ketua Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila Sulastomo serta Haryono Suyono. Pada kesempatan itu Probosutedjo mengungkapkan bahwa saat ibunda Pak Harto meninggal, Pak Harto tidak sempat berada di sisi ibundanya. Beliau ingin memberikan pesan meneruskan cita-cita almarhumah untuk membangun masjid ini, kata Probo. Masjid wakaf ibunda Pak Harto tersebut direhab kembali dengan dana dari Yayasan Amal Bakti Pancasila.
